Monday, August 8, 2011

Kampung Layur
            Pengertian kampung melayu menurut Abdullah Salim, seorang dosen dari Universitas Sultan Agung Semarang, menyatakan bahwa Kampung Melayu berkembang sekitar awal abad 17 bersamaan dengan kedatangan orang – orang Banjar (Kalimantan), Samudra Pasai, Gujarat dan Arab Selatan untuk berdagang dan menyebarkan agama Islam ke Jawa. Sebutan Kampung Melayu muncul karena penduduknya menggunakan bahasa Melayu sebagai bahasa pergaulan dan pemersatu.
Koridor Layur adalah sebuah ruas jalan di Kampung Melayu Semarang yang dibentuk oleh dua deretan ruko Pecinan dan gerbang-gerbang masuk rumah saudagar Arab dan berfungsi sebagai koridor perdagangan. Letak Koridor Layur menjadi strategis dikarenakan tepat berada di pinggir Kali Semarang dan merupakan awal mula dari terbentuknya kampung-kampung lain yang ada di Kampung Melayu Semarang. Keberadaan Koridor Layur muncul sekitar awal abad 16 M akibat dari efek pingpong dua kutub magnet aktivitas yaitu Pasar Ngilir di sebelah Utara dan Kompleks Benteng Belanda yang berbenruk bintang di seberang Kali Semarang sebelah Selatan.
Pada tahun 1875 M pemerintahan Hindia Belanda membuka Kanal Baru sebagai jalur baru pelayaran yang berbentuk lurus menggantikan jalur Kali Semarang yang berkelok-kelok. Pembukaan Kanal Baru semakin menguatkan fungsi Koridor Layur sebagai koridor perdagangan dikarenakan ujung pertemuan antara Kali Semarang dan Kanal Baru tepat berada di ujung Utara (discberang Pasar Ngilir) Koridor Layur. Keunikan yang terjadi di Koridor Layur adalah bertemunya dua etnik disepanjang tersebut, yaitu etnik Arab dan etnik Cina. Pertemuan dua etnik ini ditandai secara fisik berupa landmark yang berbentuk Mesjid Menara dibangun tahun 1802 M dan Klenteng Dewa Bumi dibangun tahun 1900 M. Selain itu keberadaan rumah-rumah saudagar Arab yang berada dibelakang deretan ruko pecinan juga mempunyai keunikan pada terbentuknya tata ruang dan bangunan pada Koridor Layur tersebut.
Keberadaan Koridor Layur pada saat ini yaitu abad 20 M sangat memprihatinkan, terlihat kumuh, dan rawan kriminalitas. Banyak bangunan ruko pecinan yang tidak berfungsi, rusak dan runtuh sedangkan gerbang rumah saudagar Arab ada beberapa yang sudah tidak berfungsi karena sudah tidak terdapat rumah saudagar Arab lagi. Permasalahan yang muncul dikarenakan beberapa faktor dan aspek dalam kaitanya dengan perkembangan Kota Semarang. Keberadaan koridorperdagangan seperti Koridor Layur di Semarang sudah mulai luntur karena sudah digantikan dengan gedung-gedung yang dilengkapi fasilitas modem dan memberikan kenyamanan bagi pengunjungnya terhadap pengaruh alam seperti hujan dan panas matahari. Usaha untuk menggali dan mendiskripsikan proses perkembangan Koridor Layur di Kampung Melayu Semarang, dilakukan pengkajian arsitek-tural dengan melakukan pendekatan urban, history dan morfologi.
Penelitian bersifat eksploratif, analisis penelitian mengarah pada proses perkembangan Koridor Layur. Pembahasan koridor Layur dititik beratkan pada morfologi koridor tersebut yang berkaitan dengan aspek arsitektural dan sosio kultural. Temuan yang didapat adalah morfologi Koridor Layur, dipeloleh dari kronologi sejarah perkembangan Koridor Layur dengan menggunakan peninjau dari abad ke abad. Morfologi Koridor Layur akan bennanfaat bagi penentuan aktifitas yang akan dimunculkan guna menghidupkan kembali Koridor Layur. Secara keseluruhan morfologi yang erjadi di Koridor Layur disebabkan oleh aktivitas yang terjadi di sepanjang Kali Semarang dan memunculkan adanya komunikasi keruangan atau shearing space antara etnik Arab dan etnik Cina sehingga keduanya saling mendukung dalam melakukan aktivitasnya disepanjang koridor tersebut. perubahan aktivitas yang terjadi di sepanjang Kali Semarang akan mempengaruhi morfologi Koridor Layur, selain itu dari komunikasi keruang atau shearing space tersebut memunculkan ciri tersendiri terhadap tata ruang dan bangunannya.
 Hasil penelitian ini diharapkan memberikan gambaran penyebab awal terbentuknya Koridor Layur serta potensi yang ada, dalam upaya pengembangan Koridor Layur guna meningkatkan kualitas lingkungannya. Hasil penelitian ini diharapkan pula bisa menjadi acuan bagi pemerintah, swasta atau masyarakat bahwa pentingnya perhatian dan perawatan artefak-artefak perkotaan di Semarang. Konsep wisata historis bisa dijadikan sa]ah satu sarana untuk melestarikan artefak-artefak , perkotaan guna menanjang terciptanya identitas kota Semarang. 

Sosial Budaya Kampung Layur
Di sisi arsitektur, nilai  kearifan lokal tercermin dengan arsitektur yang lentur dan  adaptif terhadap budaya yaitu dengan terjadinya akulturasi dalam pola perubahan desain rumah etnik-etnik di kampung Melayu Semarang yang memiliki  kecenderungan bentuk baru dengan  makna lama, dimana pada beberapa bagian bangunan terdapat bentuk baru dalam  pengertian unsur lama yang diperbaharui, sehingga  terjadi  intepretasi  baru  terhadap  bentuk  lama  yang  pada  dasarnya  tetap  berakar  dan kebudayaan  masing-masing  etnik di kampung Melayu  Semarang. Jadi terjadi semacam negosiasi antara unsur  lama dengan  unsur baru ataupun unsur lain.

Bangunan Bersejarah di Kampung Layur
  1. Masjid Layur
    Masjid Layur, salah satu masjid tua di Semarang yang masih kokoh berdiri terletak di jalan Layur Kampung Melayu. Lokasinya cukup mudah dijangkau, dari arah pasar Johar ikuti jalur putar yang menuju arah kantor pos atau arah stasiun Tawang, dari rel kereta api di depan Jalan Layur, menara Masjid Layur sudah kelihatan kokoh menjulang tinggi. Dinamakan Kampung Melayu karena pada tahun 1743 sebagian besar orang yang mendiami kawasan tersebut adalah orang-orang ras Melayu.Pada masa tersebut di kampung ini terdapat tempat untuk mendarat kapal dan perahu yang membawa barang dagangan, sehingga tidak mengherankan kalau ada bagian yang dinamakan pula Melayu Dara. Lokasinya yang sangat strategis mengundang orang untuk berdiam di situ pula. Dicatat bahwa orang-orang dari Arab kemudian menempati kampung tersebut.
    Dilihat dari luar, masjid Layur menyimpan banyak sejarah masa lalu daerah sekitar masjid dan Semarang pada umumnya. Dari segi bangunan, masjid Layur termasuk salah satu masjid yang unik, masjid ini dikelilingi tembok tinggi dengan menara khas Timur Tengah berada di depan, di samping pintu masuk. Bangunan utama masjid sendiri bergaya khas Jawa dengan atap masjid susun tiga, ornamen-ornamen dinding terlihat unik dan indah. Lantai bangunan dibuat seperti rumah gadang dan hanya dapat dicapai dengan tangga yang terdapat pada sisi muka. Pondasi dari batu yang memikul struktur kerangka kayu. Masjid ini dilihat dari gaya arsitekturnya merupakan percampuran dari tiga budaya yaitu Jawa, Melayu dan Arab dengan sentuhan keindahan oleh para pembuatnya.
    Walaupun sudah dimakan usia namun masjid ini masih kokoh dan masih digunakan oleh masyarakat sekitar untuk beribadah. Sampai sekarang masjid ini masih terus dirawat oleh yayasan masjid setempat sebagai upaya pelestarian sejarah dan sebagai masjid tua kebanggaan Kota Semarang. Secara menyeluruh masjid Layur masih asli seperti pertama kali dibuat, hanya ada sedikit perbaikan seperti penggantian genteng dan penambahan ruang untuk pengelola pada sisi kanan kompleks masjid. (loenpia.net)

Toponim Blok-blok di Kampung Layur
Blok - blok permukiman di Kampung Melayu terjadi karena adanya proses pengelompokan sosial, berdasarkan pada kekerabatan dan identitas etnik penghuninya.
Dalam perkembangannya muncul toponim blok - blok permukiman untuk menunjukkan tempat bermukim mereka secara spesifik, dan juga menunjukkan keberadaan tempat (space)tersebut pada suatu lingkungan binaan tertentu. Munculnya toponim (nama) blok permukiman di Kampung Melayu berdasarkan fenomena pada waktu itu. Misalnya muncul sebutan "spesifik" karena kondisi topografinya (pohon, rawa, sungai, daratan), asal - usul penduduknya (Banjar, Pecinan, Cirebonan), dan adanya peristiwa penting pada kawasan tersebut (Kampung Geni, Kampung Baru).


Kondisi Kampung Melayu Saat ini


Etnik Melayu yang tinggal di kampung Melayu masih dapat ditemui di Kampung Pencikan dan Kampung Kali Cilik. Bangunan arsitektural murni Melayu sudah jarang ditemui karena umumnya sudah ditinggalkan pemiliknya atau diubah dengan bentuk / style yang lain. Di Kampung Kali Cilik masih terdapat satu rumah yang merupakan style bangunan Melayu yang ditinggali oleh padagang berlian yang bernama bapak Khairul Amman yang berasal dari etnik Banjar. Style rumah melayu menunjukkan percampuran style Melayu, Banjar dan kolonial Belanda. Sampai saat ini kondisi rumah masih terlihat terawat dengan baik.

0 comments:

Post a Comment

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More